Novel Wanita Lain di Ranjang Pengantinku by Mega Rana

Novel Wanita Lain di Ranjang Pengantinku by Mega Rana Pikiran Andien mulai terganggu saat suatu malam ia mendengar suara aneh dari dalam kamar sopir pribadinya, yaitu berupa suara desahan milik seorang wanita. Kecurigaannya semakin menjadi saat ia melihat leher Ayuna, babysitter anaknya dipenuhi bercak merah. Apakah ada sesuatu antara sopir pribadinya dan Ayuna?

Dibantu Mirna, saudara angkatnya ia mencoba menguak sesuatu yang mengganggu pikirannya itu. Apakah fakta akan segera terungkap ? Atau Andien justru menemukan kenyataan yang sama sekali tidak ia duga sebelumnya?

Bab 1 Novel Wanita Lain di Ranjang Pengantinku

Andien

“Mas, pelan-pelan, ya. Ini baru pertama kali kita berhubungan suami istri lagi. Aku takut banget, Mas,” ucapku pada suamiku, Mas Zayn, yang malam itu sedang mencumbui semua bagian tubuhku.

“Iya, Sayang. Mas pakai perasaan, kok,” ucapnya dengan napas memburu.

Aku mengangguk mengerti. Mas Zayn memang tidak mendapatkan hak dariku pasca persalinan Elnara Yasmin, buah cintaku bersamanya 45 hari yang lalu. Namun, meskipun sudah lama, aku sangat bersyukur karena Mas Zayn tidak pernah rewel dan menuntut yang macam-macam padaku. Ia sangat pengertian sekali. Mas Zayn sangat paham bagaimana kondisiku yang sedang dalam masa nifas saat itu. Laki-laki lain mungkin saja sudah tidak tahan dan memilih untuk menuntaskannya sendiri, atau bahkan jajan di luaran sana. Tapi Mas Zayn berbeda. Ia memang suami yang baik dan setia.

“Aah …,” desahku saat Mas Zayn berhasil menembus milikku. Kueratkan pelukanku padanya. Tubuhku mengejang.

Mas Zayn berhenti sejenak sebelum melanjutkan petualangannya. Ia menatapku dan mengusap bulir-bulir keringat yang ada di dahiku. Aku merasakan sensasi yang luar biasa, rasanya hampir sama ketika malam pertama. Ada rasa takut, perih, dan nikmat jadi satu.

Mas Zayn melumat bibirku agar aku tenang dan tidak merasa kesakitan. Padahal, rasa sakit itu kini telah berubah menjadi rasa nikmat yang sangat luar biasa. Ia terus bergerak maju mundur sambil sesekali menekanku hingga dalam.

“Terus, Mas,” ceracauku menahan rasa nikmat yang tiada tara. Kupejamkan mataku berkali-kali. Mas Zayn semakin mempercepat gerakannya. Dia menghantamku bertubi-tubi. Peluh membanjiri tubuhnya.

“Mas, mau keluar, Sayang,” ujarnya dengan napas kian memburu.

“Buang di dalam aja, Mas! Aku sudah pakai kontrasepsi,” sahutku yang meminta Mas Zayn untuk membuang cairan kenikmatannya ke dalam rahimku. Aku sudah memakai alat kontrasepsi berupa IUD dengan jangka waktu 10 tahun. Jadi menurutku itu sangat aman. Lagi pula, aku tidak mau jika langsung hamil lagi. Aku ingin Elnara merasa puas mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari mama papanya sebelum akhirnya aku memutuskan untuk hamil lagi.

Ada sesuatu yang hangat menyembur ke dalam rahimku, bersamaan dengan tubuh Mas Zayn yang menegang dan semakin menekan tubuhku. Aku paham betul jika dia pasti telah mencapai puncaknya. Benar saja, tak lama kemudian Mas Zayn terkulai di sampingku dengan napas tersengal-sengal.

“Sayang, Mas lapar. Pengin makan mi goreng nih. Buatin ya?” pinta Mas Zayn beberapa saat kemudian. Aku mengangguk seraya menuruti permintaannya. Kebetulan aku juga lapar sekali. Ternyata permainan tadi begitu menguras tenaga.

Kukenakan dasterku yang baru saja kuambil dari dalam lemari lalu bergegas membuka pintu kamar. Sebelumnya kusempatkan untuk melihat Elnara yang tertidur nyenyak di ranjang bayinya.

“Mas, aku tunggu di dapur, ya,” ucapku pada Mas Zayn sebelum berlalu meninggalkan kamarku.

Segera kumasak mi goreng sebanyak dua porsi, lalu kuhidangkan di atas piring. Mas Zayn yang baru saja keluar dari dalam kamar segera menghampiriku.

“Hhm ....” Mas Zayn sedikit membungkukkan tubuhnya mengendus aroma sedap mi goreng yang telah tersaji di meja makan.

“Ayo, Mas, kita makan!” ajakku pada Mas Zayn karena aku sendiri juga sudah tidak sabar ingin segera menikmatinya.

Krek!

Terdengar suara pintu kamar yang dibuka. Kucari dari mana sumber suaranya. Ternyata itu berasal dari pintu kamar Ayuna yang dibuka dari dalam.

“Lho, kamu belum tidur?” tanya Mas Zayn padanya.

“Belum, Pak,” jawabnya sambil mengambil segelas air minum dari dalam lemari es lalu meneguknya.

“Kenapa?” tanyaku

“Di dalam kamar kepanasan, Buk, gerah,” jawab Ayuna.

“Kan, ada kipas angin di kamarmu,” sahutku.

“Iya, Buk, tapi masih kegerahan juga,” jawabnya. Ayuna terdiam sesaat.

“Hmm ... Pak, tolong dong di kamar saya di pasangin AC,” ucapnya sontak membuat mataku terbelalak, tak menyangka jika seorang babysitter berani meminta seperti itu pada majikannya, yang diminta pun tak tanggung-tanggung.

“Apa?! Aku nggak salah dengar?’ tanyaku memastikan pada Ayuna.

“Nggak, Buk,” jawabnya.

“Kamu apa-apaan sih, minta dipasangin AC segala. Bisa-bisa tagihan listrik membengkak kalau kayak gini. Sudah pake kipas angin aja!” sahutku ketus.

“Tapi, Buk—”

Suaranya terputus karena aku segera memotongnya.

“Nggak ada tapi-tapian!” ketusku pada Ayuna.

“Pak ….” Ayuna dengan tatapan memelas mencoba membujuk Mas Zayn.

“Iya, nanti aku pasang. Biar kamu nyaman tidurnya dan nggak kepanasan lagi,” jawab Mas Zayn. Mataku membulat sempurna, tak percaya dengan apa yang dikatakan suamiku barusan.

"Makasih, Pak", jawab Ayuna kegirangan.

“Mas, tapi kamu nggak perlu harus nurutin permintaan Ayuna,” ucapku pada suamiku.

“Nggak apa-apa, Sayang, biar dia semakin betah kerja di sini. Zaman sekarang susah lho nyari babysitter yang terampil. Ayuna, kan, selama ini kinerjanya bagus kalau ngurus Elnara,” bisik Mas Zayn padaku.

Aku menarik napas panjang. Seketika aku kehilangan nafsu makanku. Apalagi saat kulihat Ayuna bukannya masuk kembali ke dalam kamarnya malah berdiri berjalan menuju kompor. Sepertinya dia ingin membuat sesuatu

“Pak, mau nambah makan mi gorengnya?” tanyanya kepada suamiku.

“Eh ... nggak, aku sudah kenyang," jawab Mas Zayn.

Aku semakin kesal melihat pemandangan ini. Segera kubangkit dari tempat dudukku. Melempar sendok serta garpu hingga menimbulkan suara denting pada piringku, berlalu meninggalkan dapur dan bergegas pergi menuju kamarku.

Aku terduduk di tepi ranjang. Sungguh tak habis pikir dengan entengnya Mas Zayn menuruti permintaan Ayuna. Sekarang minta dipasangin AC, besok mau minta apa lagi? Heran, kenapa Ayuna bisa seberani itu ya sekarang? Padahal, yang kutahu, dia tak pernah seperti itu. Dulu dia tak pernah bersikap yang aneh-aneh.

Huft! Tubuhku rasanya lelah sekali, apalagi setelah memadu kasih bersama Mas Zayn tadi. Semua tenaga terkuras di sana. Pikiranku melayang kembali ke satu jam yang lalu ketika Mas Zayn mencumbuiku. Rasanya masih sama seperti dulu. Sentuhannya, ciumannya, pelukannya, bahkan cumbuannya di seluruh bagian sensitifku. Ah! Tiba-tiba ada yang berdesir aneh dari dalam tubuhku. Aku menginginkannya sekali lagi.

Aku ingin bercinta lagi, tapi rasa kantuk yang menyerang begitu kuat. Kurebahkan tubuhku di kasur bersprei hijau muda. Nanti subuh saja aku meminta Mas Zayn untuk kembali memuaskan hasratku. Aku sudah menguap berkali-kali, mataku mulai berair dan terpejam perlahan. Sampai akhirnya aku tak sadarkan diri lagi.

“Mas Zayn?!”

Aku tersentak dari tidurku. Segera aku pun terduduk, napasku masih memburu naik turun. Aku sepertinya mimpi buruk tadi. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Berarti aku sempat tertidur selama dua jam. Kulihat Mas Zayn tidak ada di sampingku. Aku terdiam dan berpikir sejenak. Astaga! Aku baru ingat bahwa tadi aku meninggalkan Mas Zayn di dapur hanya berdua dengan Ayuna. Kuturuni ranjangku dengan tergesa-gesa lalu kubuka pintu kamarku perlahan.

Senyap. Sepi sekali. Kulihat semua lampu sudah dimatikan. Hanya lampu teras depan dan belakang saja yang masih menyala. Aku berjalan dengan hati-hati di dalam kegelapan. Mengandalkan penerangan yang ada, kutelusuri ruang keluargaku. Mataku menatap sekeliling. Tidak ada Mas Zayn di sana. Ke mana dia?

Kulangkahkan kakiku menuju dapur. Tadi terakhir kutinggalkan Mas Zayn di dapur ini. Tapi sekarang mengapa jadi sepi sekali? Bekas piring dan gelas pun sudah tidak ada lagi. Semua sudah bersih.

“Ahh ... ahh ....”

Aku yang baru saja hendak duduk di kursi meja makan segera mengurungkan niat ketika samar kudengar suara-suara aneh. Suara seorang perempuan, sepertinya tidak asing. Kutajamkan kembali pendengaranku.

“Ahh ... ahh ... oh ....”

Suara siapa itu? Apa aku tidak salah dengar? Sedang apa mereka? Siapa tengah malam begini mendesah kenikmatan? Apa suara desahan tetangga yang sedang melakukan hubungan suami istri? Tapi kenapa suaranya bisa terdengar sampai ke sini? Jika berasal dari dalam rumah ini rasanya tidak mungkin. Pasangan suami istri di sini hanya aku dan Mas Zayn.

Lalu … siapa yang mendesah tadi?

***

Telingaku memanas ketika desahan itu semakin jelas terdengar. Kuputuskan untuk mencari sumber suaranya. Aku sangat penasaran siapa yang sedang bergumul tengah malam begini.

Kulewati kamar Ayuna yang berada di dekat dapur.  Sunyi. Mungkin ia sedang tidur. Kutelusuri sumber suara itu dan melangkah membuka pintu kaca yang menghubungkan dapur dengan halaman belakang. Aneh, mengapa pintu kaca ini tak tertutup rapat?

Semakin aku melangkah, suara itu semakin jelas terdengar.

Deg!

Jantungku berdebar tak karuan saat mencoba meyakini diri bahwa suara itu memang berasal dari arah belakang, tepatnya dari dalam kamar Herman, sopir pribadi di rumah ini.

“Aahh ... sshhh ... aahh."

Sial! Benar-benar merusak indra pendengaranku saja! Apa-apaan ini? Siapa perempuan itu? Berani-beraninya Herman membawa masuk perempuan ke dalam kamarnya, apalagi sampai melakukan hubungan badan seperti itu?! Ini rumahku, awas saja kalau dia berani macam-macam!

Mengendap-endap aku berjalan mendekati pintu kamarnya agar tak ketahuan. Tanganku terus menjulur ingin meraih gagang pintu. Entah terkunci atau tidak, tetap kuberanikan diri untuk segera membukanya. Satu … dua ... tiga ....

“Oweek ... oweek ....”

Suara tangis Elnara membuatku nyaris berteriak karena kaget. Ada apa dengannya? Kenapa dia menangis dan menjerit kencang sekali? Tak kupedulikan lagi siapa perempuan yang ada di dalam kamar Herman. Saat ini yang aku inginkan adalah segera melihat keadaan bayi mungilku.

Aku lantas berlari sekencangnya lalu membuka pintu kamarku. Kudekati ranjang Elnara, dan kudapati dia masih saja menangis.

“Oweek ... oweek ….” Tangisnya begitu menyayat hati.

“Maafin Mama, ya, Sayang, Mama nggak akan ninggalin kamu lagi sendirian tengah malam begini,” ucapku pada bayiku. Tak biasanya dia menangis sekuat ini. Seketika tubuhku jadi merinding. Apakah Elnara diganggu makhluk halus? Ah ... semoga saja tidak!

Kutimang-timang Elnara, berusaha menenangkannya. Namun, dia masih terus menangis. Kususui dia sebentar yang mungkin saja menangis karena haus. Benar saja, ternyata Elnara sedang kehausan. Ia mengisap puting payudaraku dengan kuat sampai perlahan tangisannya reda.

Aku yang masih penasaran ke mana Mas Zayn akhirnya menggendong Elnara yang baru saja tertidur di dalam dekapanku. Kubawa dia keluar kamar dan kulangkahkan kakiku menuju dapur tanpa menghidupkan lampunya.

“Herman?”

Buat apa download pdf novel bajakan? Apalagi aplikasi Cabaca menyediakan banyak novel Indonesia berkualitas. Selain novel dewasa dengan cerita hot terbaru, kamu bisa juga baca novel tentang perselingkuhan atau novel tentang pernikahan. Nikmati serunya baca novel online dengan pakai aplikasi Cabaca di HP kamu. Gratis download di Google Play.

Baca Juga Novel Wanita Lain di Ranjang Pengantinku: