Teaser Novel Sweet Second Chance di Cabaca

Teaser Novel Sweet Second Chance di Cabaca “Nggak akan ada yang paham posisi kamu. Nggak akan pernah ada.”

"Satu caramel macchiato sama satu cappuccino ya, Teh."

Sesuai instruksi, Miya memilih dua jenis minuman tersebut di layar komputer lalu menatap dua pelanggan di hadapannya: satu perempuan berambut sebahu dan satu perempuan berambut panjang. Mereka memakai setelan kerja model pantsuit dan name tag bertuliskan “Pegawai Melapodium” melingkar di lehernya.  

"Atas nama siapa?" tanya Miya sambil mengangkat kedua ujung bibir dan memandang ramah.

"Caramel macchiato atas nama Raya ya, Teh," kata perempuan berambut pendek lalu mengerling ke arah perempuan berambut panjang. "Kalau cappuccino atas nama Winda."

Miya mengangguk paham kemudian mengetik dua nama itu pada kolom nama pemesan.

"Kalau emotikon yang menggambarkan perasaan Teteh saat ini apa, ya? Teteh bisa pilih di sini." Miya menunjuk daftar emotikon di samping komputer. Daftar tersebut terbuat dari kertas berwarna putih yang berisi banyak emotikon berwarna kuning. Kertas tersebut dimasukkan ke dalam pigura yang terbuat dari kaca sehingga dapat berdiri di meja. Raya dan Winda tampak berpikir. Ada berbagai macam pilihan emosi, mulai dari emosi senang, sedih, marah, kecewa, patah hati, berharap, dan lain-lain. Emotikon itu akan menjadi penentu kutipan yang tertulis di gelas kopi.

Tidak lama, masing-masing dari mereka memilih emotikon sedih dan senang.

"Emotikon sedih untuk pesanan Winda dan emotikon senang untuk pesanan Raya?" Miya memastikan pesanan.

Kedua perempuan itu mengangguk lalu Miya memilih emotikon sesuai pilihan pelanggan. Selepas itu, selembar kertas keluar dari mesin cetak mungil di samping komputer. Miya meraih kertas tersebut dan membaca isinya sembari mengecek ulang pesanan.

Pesanan 1

Caramel macchiato

Nama: Raya

Emotikon: Senang

Rp. 26000

Pesanan 2

Cappuccino

Nama: Winda

Emotikon: Sedih

Rp. 23000

Total: Rp. 49.000.

"Totalnya empat puluh sembilan ribu, Teh," kata Miya.

Raya, si perempuan berambut pendek, segera menyerahkan uang dengan nominal yang sesuai lalu Miya memasukkannya ke mesin kasir.

"Oke, tunggu sebentar, ya. Pesanan akan segera dibuat," beritahu Miya. Perempuan itu menggaris bawahi tulisan "caramel macchiato" dengan spidol warna kuning dan "cappuccino" dengan spidol warna merah. Kemudian, dia menggambar emotikon senang dan sedih di samping tulisan "senang" dan "sedih". Setelahnya, Miya menyerahkan kertas pesanan itu pada Regi yang berdiri tidak jauh darinya.

“Satu caramel macchiato dengan emotikon senang dan satu cappuccino dengan emotikon sedih,” beritahu Miya.

Pria berusia 23 tahun itu adalah partnernya untuk membuat minuman yang dipesan pelanggan. Kafe Kesempatan Kedua menawarkan berbagai jenis kopi, ice drink, milk shake, fruit tea, fruit juice dan mocktail. Namun, kebanyakan pelanggan memesan kopi—dan menu minuman lebih didominasi oleh kopi—sehingga keahlian Regi berfokus sebagai barista. Kemampuan pria itu meracik kopi cukup bagus sehingga Bu Karla, sang pemilik kafe, mau memperkerjakannya meski Regi punya kekurangan. Di sisi lain, Miya berperan sebagai kasir sekaligus pelayan.

Regi meraih kertas dari tangan Miya dan mulai melihat warna pulpen dan gambar emotikon di sana. Setelah paham instruksi yang diinginkan pelanggan, pria itu mengambil gelas dari jajaran emotikon senang dan emotikon sedih lalu menyerahkannya pada Miya. Miya dengan cekatan meraih dua gelas itu lalu mengambil spidol dari tempat pensil yang tidak jauh dari jangkauannya. Dia menuliskan nama si pemesan pada gelas tersebut. Normalnya, tugas ini akan lebih mudah dan lebih efisien kalau dilakukan oleh Regi. Namun, pria itu tidak bisa membaca dan menulis sehingga Miya yang harus melakukannya.

Setelah selesai menulis nama pada baris yang disediakan, Miya membaca kutipan pada gelas tersebut. Kutipan semacam itu sudah tercetak pada setiap gelas. Ada banyak kutipan dengan berbagai emosi. Setiap pelanggan akan mendapatkan kutipan secara acak, sesuai emotikon yang dipilihnya

Pada gelas caramel macchiato tertulis:

Dear, Raya.

Hari ini, akan ada banyak hal yang membuat perasaan sayangmu luntur seketika. Tapi gak apa-apa. Dunia memang dipenuhi dengan berbagai jenis perasaan, kan?

Sedangkan pada gelas cappuccino tertulis:

Dear, Winda.

Ada banyak hal yang gak bisa kamu kontrol hari ini dan bikin lelah. Tapi gak apa-apa. Tarik napas, embuskan. Sebentar lagi malam, jadi kamu bisa pulang dan rebahan sepuasnya.

Setelah selesai melakukan tugasnya, Miya menyerahkan kembali gelas itu pada Regi.  Pria itu mulai berkutat dengan mesin pembuat kopi dan bahan-bahan dari rak dekat mesin.  Setelah selesai, dia memberikan dua gelas minuman yang masing-masing sudah dibungkus kantong plastik bermerek kafe "Kesempatan Kedua" pada Miya. Perempuan itu kemudian menyerahkannya pada Raya dan Winda.

"Selamat menikmati ya, Teh. Terima kasih sudah memesan,” katanya dengan—sekali lagi—senyum ramah.

Dua pelanggan itu tersenyum singkat, meraih pesanan mereka, dan berderap pergi. Senyum Miya perlahan luntur saat merasa mulutnya kering. Bekerja sambil berhadapan langsung dengan pelanggan tidak pernah mudah sama sekali. Bahkan di beberapa kesempatan, dia harus menampilkan penampilan terbaik meski perasaannya sedang tidak baik.

Ada dua alasan kenapa Miya menjadi pelayan kafe padahal dia seorang sarjana. Pertama, banyak perusahaan yang memasukkannya ke daftar hitam dan tidak mau berurusan dengannya. Kedua, hanya kafe ini yang mau menerimanya sebagai pegawai, dan dulu Miya pun berpendapat kalau kafe ini cocok untuknya.

Miya meraih botol minum dari rak di bawah meja lalu meneguknya sedikit. Setelah kembali berdiri tegap dan memasang sikap ramah, sayup-sayup telinganya mendengar bisik-bisik dari dua pelanggan yang baru berderap pergi.

“Kalau gue nggak salah ingat, dia itu Miya, kan? Yang dulu sekampus sama kita terus pernah kena skandal karena jadi selingkuhannya Bos Larona?” tanya Raya.

Mendengar itu, Miya merasa wajahnya kaku. Perusahaan Larona mengingatkannya pada seorang pria berusia 36 tahun yang pada pertemuan pertama melempar senyum hangat, tetapi pada pertemuan terakhir malah memalingkan muka.

...

baca selanjutnya di sini.

Baca Juga: Teaser Novel Rion dan Raya di Cabaca

Semua orang punya kesalahan di masa lalu. Tapi kenapa Miya merasa bahwa ia tak punya kesempatan untuk memperbaikinya? Namun, itu sebelum Miya bergabung di sebuah kafe bernama Kesempatan Kedua. Novel terbaru dari karya Oepha Im, Sweet Second Chance. Bisa dibaca gratis hanya di aplikasi Cabaca.

Sekarang sudah tahu kan aplikasi baca novel online yang bisa bikin kita baca gratis tapi tetep berkualitas. Cuma di aplikasi Cabaca  aja nih kita bisa akses gratis tiap hari mulai pukul 21.00 - 22.00 WIB. Cari aplikasi Cabaca di Play Store ya.

Baca novel Indonesia di Cabaca